Kalimantan adalah salah satu dari
5 pulau besar yang ada di Indonesia. Sebenarnya pulau ini tidak hanya merupakan
“daerah asal” orang Dayak semata karena di sana ada orang Banjar, Kutai, Berau,
Tidung dan orang Melayu. Di kalangan orang Dayak sendiri satu dengan
lainnya menumbuh-kembangkan kebudayaan tersendiri. Dengan perkataan lain,
kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan oleh Dayak-Iban tidak sama persis dengan
kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan Dayak-Punan dan seterusnya. Namun demikian,
satu dengan lainnya mengenal atau memiliki senjata khas Dayak yang disebut
sebagai mandau. Dalam kehidupan sehari-hari senjata ini tidak lepas dari
pemiliknya. Artinya, ke mana pun ia pergi mandau selalu dibawanya karena mandau
juga berfungsi sebagai simbol seseorang (kehormatan dan jati diri). Sebagai
catatan, dahulu mandau dianggap memiliki unsur magis dan hanya digunakan dalam
acara ritual tertentu seperti: perang, pengayauan, perlengkapan tarian adat,
dan perlengkapan upacara.
Mandau dipercayai memiliki
tingkat-tingkat keampuhan atau kesaktian. Kekuatan saktinya itu tidak hanya
diperoleh dari proses pembuatannya yang melalui ritual-ritual tertentu, tetapi
juga dalam tradisi pengayauan (pemenggalan kepala lawan). Ketika itu (sebelum
abad ke-20) semakin banyak orang yang berhasil di-kayau, maka mandau yang
digunakannya semakin sakti. Biasanya sebagian rambutnya digunakan untuk menghias
gagangnya. Mereka percaya bahwa orang yang mati karena di-kayau, maka rohnya
akan mendiami mandau sehingga mandau tersebut menjadi sakti. Namun, saat ini
fungsi mandau sudah berubah, yaitu sebagai benda seni dan budaya, cinderamata,
barang koleksi serta senjata untuk berburu, memangkas semak belukar dan
bertani.
Mandau adalah senjata tajam
sejenis parang berasal dari kebudayaan Dayak di Kalimantan. Berbeda dengan
parang, mandau memiliki ukiran-ukiran di bagian bilahnya yang tidak tajam.
Sering juga dijumpai tambahan lubang-lubang di bilahnya yang ditutup dengan
kuningan atau tembaga dengan maksud memperindah bilah mandau.
Bahan baku mandau adalah besi (sanaman)
mantikei yang terdapat di hulu Sungai Matikei, Desa Tumbang Atei, Kecamatan
Sanaman Matikai, Samba, Kotawaringin Timur. Besi ini bersifat lentur sehingga
mudah dibengkokan.
Struktur Mandau
Bilah mandau terbuat dari
lempengan besi yang ditempa hingga berbentuk pipih-panjang seperti parang dan
berujung runcing (menyerupai paruh yang bagian atasnya berlekuk datar). Salah
satu sisi mata bilahnya diasah tajam, sedangkan sisi lainnya dibiarkan sedikit
tebal dan tumpul. Ada beberapa jenis bahan yang dapat digunakan untuk membuat
mandau, yaitu: besi montallat, besi matikei, dan besi baja yang diambil dari
per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan, dan lain sebagainya. Konon,
mandau yang paling baik mutunya adalah yang dibuat dari batu gunung yang
dilebur khusus sehingga besinya sangat kuat dan tajam serta hiasannya diberi
sentuhan emas, perak, atau tembaga. Mandau jenis ini hanya dibuat oleh
orang-orang tertentu.
Pembuatan bilah mandau diawali
dengan membuat bara api di dalam sebuah tungku untuk memuaikan besi. Kayu yang
digunakan untuk membuat bara api adalah kayu ulin. Jenis kayu ini dipilih
karena dapat menghasilkan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis
kayu lainnya. Setelah kayu menjadi bara, maka besi yang akan dijadikan bilah
mandau ditaruh di atasnya agar memuai. Kemudian, ditempa dengan menggunakan
palu. Penempaan dilakukan secara berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk bilah
mandau yang diinginkan. Setelah bilah terbentuk, tahap selanjutnya adalah
membuat hiasan berupa lekukan dan gerigi pada mata mandau serta lubang-lubang
pada bilah mandau. Konon, pada zaman dahulu banyaknya lubang pada sebuah mandau
mewakili banyaknya korban yang pernah kena tebas mandau tersebut. Cara membuat
hiasan sama dengan cara membuat bilah mandau, yaitu memuaikan dan menempanya
dengan palu berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk yang diinginkan. Setelah
itu, barulah bilah mandau dihaluskan dengan menggunakan gerinda.
2.
Gagang (Hulu Mandau)
Gagang (hulu mandau) terbuat dari tanduk rusa yang diukir menyerupai kepala burung. Seluruh permukaan gagangnya diukir dengan berbagai motif seperti: kepala naga, paruh burung, pilin, dan kait. Pada ujung gagang ada pula yang diberi hiasan berupa bulu binatang atau rambut manusia. Bentuk dan ukiran pada gagang mandau ini dapat membedakan tempat asal mandau dibuat, suku, serta status sosial pemiliknya.
3. Sarung Mandau
Sarung mandau (kumpang) biasanya
terbuat dari lempengan kayu tipis. Bagian atas dilapisi tulang berbentuk
gelang. Bagian tengah dan bawah dililit dengan anyaman rotan sebagai penguat
apitan. Sebagai hiasan, biasanya ditempatkan bulu burung baliang, burung
tanyaku, manik-manik dan terkadang juga diselipkan jimat. Selain itu, mandau
juga dilengkapi dengan sebilah pisau kecil bersarung kulit yang diikat menempel
pada sisi sarung dan tali pinggang dari anyaman rotan.
Nilai Budaya
Pembuatan
mandau, jika dicermati secara saksama, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang
pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi
masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: keindahan (seni),
ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Nilai keindahan tercermin dari
bentuk-bentuk mandau yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan
keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari
proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Tanpa
nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah mandau yang indah dan
sarat makna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar